Tidak ada yang beriman pada
Ibrahim, kecuali Sarah, anak perempuan pamannya, yang akhirnya menjadi istrinya, dan anak
laki-laki saudaranya, Luth. Setelah keluar dari Babil, Irak, Ibrahim sampai di
Syam. Allah memberinya wahyu:
Ibrahim tinggal di Syam, hingga
akhirnya tibalah masa kemarau yang panjang.
Ibrahim dan Sarah pergi ke
Mesir. Raja Mesir saat itu punya kebiasaan buruk, bahwa saat ia melihat wanita
cantik, maka ia akan menjadikannya miliknya. Para pengawal menemui raja dan
mengatakan bahwa wanita cantik itu bernama Sarah, datang bersama suaminya. “Bawalah
wanita itu ke hadapanku,” perintah Raja. Ibrahim takut raja menyakiti Sarah
jika ia tahu bahwa ia adalah istrinya.
Maka ia berkata pada Sarah, “Di
dunia ini, selain aku dan engkau tidak ada yang muslim. Jika engkau ditanya,
katakanlah bahwa engkau adalah saudaraku.”
Sarah setuju terhadap saran
Ibrahim, dan berdoa kepada Allah Swt.: “Ya Allah, jika engkau mengetahui bahwa
aku beriman padamu, kepada utusanmu, dan aku menjaga kemaluanku kecuali pada
suamiku, maka jangan biarkan orang kafir menguasaiku.” Raja bermaksud
menyentuhnya, saat ia sudah hamper dekat, tiba-tiba tangannya lumpuh. “Apa yang
terjadi?”, Tanya Raja.
"Ini
perbuatan Tuhanku, jawab Sarah.
"Berdoalah
pada Tuhanmu, aku tidak akan melukaimu.”
Sarah
mendoakannya, namun Raja kembali melakukan perbuatannya. Tangannya lumpuh lagi.
Sarah kembali berdoa, setelah ia berjanji tidak akan menyentuhnya lagi. Namun
Raja mengulanginya lagi untuk ketiga kalinya. Sarah kembali mendoakannya. “Ini
adalah kebenaran. Demi Allah, aku tidak akan pernah melukaimu,” kata Raja.
Raja
berkata kepada para pengawalnya, "Apakah engkau membawa kepadaku seorang
perempuan atau setan?"
Raja mengembalikan Sarah pada
Ibrahim, dan memberinya uang dan hadiah, kambing dan sapi, dan memberinya
seorang budak perempuan, Hajar.
Sarah kembali menemui Ibrahim,
dan melihatnya sedang salat. “Allah telah melindungiku dari orang zalim. Raja
memberiku Hajar,” kata Sarah.
Ibrahim kembali ke Syam bersama
Sarah. Istrinya yang cantik itu mempunyai segala hal yang didambakan oleh
setiap lelaki, kecuali satu hal, bahwa ia belum bisa melahirkan seorang anak,
sedangkan ia kini telah menjadi seorang nenek dan Ibrahim seorang kakek.
Sarah merasakan apa yang ada
dalam pikiran Ibrahim, maka ia memberikan Hajar pada suaminya untuk dinikahi.
Allah memberinya seorang keturunan yang saleh yang kelak akan memakmurkan bumi
setelah Ibrahim. Ibrahim menikah dengan Hajar yang berkebangsaan Mesir.
Setelah sembilan bulan
mengandung, ia melahirkan seorang bayi laki-laki yang tampan untuk Ibrahim.
Setelah hamil sembilan bulan
Hajar melahirkan seorang bayi laki-laki yang tampan, Ismail.
Kehadiran Ismail menjadikan
suasana rumah yang berbeda, ada keriangan dan keceriaan di sana. Karenanya,
hati Sarah terusik. Ia menduga bahwa sekarang Hajar akan melebihi dirinya; ia
berharap seandainya Allah memberinya seorang anak seperti halnya H`ajar. 15
Ibrahim
memiliki sifat yang mulia, sehingga disebut “Bapak Dua Tamu”, bahwa jika tidak
ada tamu yang mengunjunginya, ia akan mencarinya. Pada saat ia sedang duduk di
depan rumahnya, datanglah para lelaki yang berpakaian serba putih.
“Assalamu‘alaikum”.
“Semoga keselamatan juga
menyertai orang-orang yang kami tidak kenal,” jawab Ibrahim.
Ia menemui keluarganya, lalu
menghidangkan daging anak sapi jantan yang gemuk, dan mempersilahkan para tamu
untuk menyantapnya.
“Kalian tidak makan,” Tanya
Ibrahim heran.
Namun mereka tetap tidak
menyentuh makanan tersebut. “Sebenarnya siapa kalian. Sungguh kami sangat takut
pada kalian”.
“Jangan takut. Kami adalah
malaikat Allah yang diutus bagi kaum Luth”.
Sarah memerhatikan kejadian
tersebut dari dekat, sehingga ia tertawa melihat ketakutan suaminya, karena
sesungguhnya ia tahu bahwa mereka adalah para malaikat.
Malaikat berkata pada Sarah, “Kami
membawa kabar gembira dengan kehadiran seorang anak yang cerdas.”
Sarah terperanjat: seorang
nenek-nenek yang mandul bisa melahirkan, dan suaminya seorang kakek-kakek; ini
merupakan sesuatu yang ajaib.
“Aku sudah tua, bagaimana kau
bisa menyampaikan kabar gembira ini,” Tanya Ibrahim.
“Kami tidak main-main,
janganlah termasuk orang-orang yang berputus asa,” para Malaikat meyakinkan.
“Orang yang berputus asa dari
rahmat Allah adalah orang yang tersesat,” timpal Ibrahim.
Sarah hamil, lalu melahirkan
Ishaq; Ibrahim bahagia karenanya:
“Segala puji milik Allah yang
telah memberikan Ismail dan Ishaq pada masa tuaku. Sesungguhnya Allah
Mahamendengar doa”.
Sarah merasa kurang nyaman
dengan kehadiran Hajar, maka ia meminta Ibrahim membawanya jauh darinya.
Allah mewahyukan pada Ibrahim
untuk mengabulkan permohonan Sarah; pergi bersama Hajar dan Ismail. Allah akan
memberkati dan menjadikan keturunannya penuh berkah.
Ibrahim berjalan hingga sampai
ke negeri Paran—sekarang Jabal Makkah. Hajar masih punya setengah roti dan
sekantung air. Ibrahim meninggalkannya bersama anaknya.
“Kau meninggalkan kami di sini
tanpa air dan makanan, serta tak ada seorang pun,” tanya Hajar.
Ibrahim tak menjawab. Ia tetap
diam.
“Apakah Allah memerintahkanmu
untuk melakukan hal ini?”
“Ya”.
“Allah tidak akan
menyia-nyiakan kami”.
Kemudian
Ibrahim pergi menuju Syam. Ia berdoa pada Allah: “Tuhan kami, aku menempatkan
keturunanku di lembah yang tidak ada tanaman di rumah-Mu tanah haram. Tuhan
kami, jadikanlah hati manusia mencintai mereka, dan berilah mereka rezeki dari
buah-buahan, semoga mereka bersyukur.”
Allah
mencukupi segala kebutuhan Hajar dan bayinya, Ismail, yang hidup di gurun pasir
yang luas. 16
Air
dan roti telah habis. Hajar dan Ismail kehausan, namun tidak ada air. Ia
berjalan sampai jauh dari Ismail, hingga ia tidak bisa melihat anaknya menangis
kehausan. Hajar naik gunung Shafa; itulah tempat yang paling dekat, ia berharap
bisa menemukan air.
Lalu ia berlari-lari
kecil—karena merasa lelah, hingga sampai ke gunung Marwah, namun ia tidak
menemukan air, dan tidak melihat seorang pun.
Ia kembali dan mengira bahwa
anaknya telah mati.
Namun sungguh ajaib, di bawah
kedua kaki Ismail terdapat air. Allah telah memancarkannya. Hajar berseru, “zum…zum”;
ia khawatir air itu akan segera habis. Lalu ia minum, dan member minum anaknya
dari sumur zam-zam.
Rombongan pedagang yang sedang
lewat melihat seekor burung terbang mengitari gurun—pertanda ada air, maka
mereka menghampiri tempat itu untuk mengetahui apa yang terjadi.
Mereka melihat air, Hajar, dan
Ismail. Mereka minta izin tinggal di tempat ini. “Kalian boleh tinggal di
sini…namun kalian tidak berhak atas air ini,” kata Hajar.
Akhirnya, Hajar dan Ismail
tinggal bersama kabilah Jurhum, setelah mereka membawa seluruh keluarga mereka.
Ismail hidup di tengah-tengah
mereka, dan belajar bahasa Arab. Mereka kagum terhadap kejujuran, ketekunan
salat, dan kenabiannya. Mereka menikahkannya dengan salah satu perempuan
mereka, sehingga Ismail memberikan keturunan dari mereka. Dan terpenuhilah
janji Allah terhadap Ibrahim.
Ibrahim rindu pada anaknya,
Ismail. Ia menyiapkan perbekalan untuk perjalanan dari Syam ke Makkah.
Saat Ibrahim bermaksud minum di
sumur zam-zam, ia melihat seorang pemuda di bawah pohon yang sedang meraut anak
panah di dekat sumur. Saat Ismail melihatnya, ia mengenalinya, maka ia bangkit
menghampirinya untuk berbincang dengan ayahnya, kekasih Allah (khalîlullâh)
yang tidak pernah dilihatnya dalam masa yang lama.
Kemudian Ismail mengajak
Ibrahim ke rumahnya. Saat Ibrahim tidur ia bermimpi menyembelih anaknya—mimpi
para nabi merupakan wahyu dari Allah. Ibrahim memanggil anaknya, Ismail.
“Wahai anakku! Sesungguhnya
aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu!”
Dia (Ismail) menjawab, „Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah)
kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar,‘“
(QS Al-Shaffât [37]: 102).
Ibrahim
membawa tali dan pisau. Iblis menemui keduanya dengan menyamar sebagai seorang
laki-laki.
“Kau hendak ke mana, pak tua?”
“Kami mau ke bukit”.
“Mungkin saja setan menemuimu
dalam mimpi dan menyuruhmu menyembelih anakmu”.
Ibrahim mengenali Iblis. “Menjauhlah
dariku, wahai musuh Allah”. Lalu setan menemui Ismail. “Ayahmu akan membunuhmu,
Ismail”.
“Lakukanlah apa yang Allah
perintahkan…karena patuh dan taat pada Allah,” kata Ismail.
Ibrahim dan Ismail sampai di
bukit. Rasa kebapakan Ibrahim muncul; ia adalah seorang ayah disamping sebagai
nabi. Ia akan menyembelih anaknya yang baru saja bertemu dengannya setelah
bertahun-tahun berpisah. Ibrahim berkata pada ayahnya, 17
“Ayah,
jika akan menyembelihku, perkuatlah ikatannya, tutuplah mukaku, sehingga kau
tidak melihat wajahku—yang bisa menyebabkan kau melanggar perintah Allah,
copotlah bajuku untuk mengkafaniku.”
“Anakku, engkau sebaik-baik
penolong dalam menjalankan perintah Allah”.
Ibrahim mengasah pisau yang
akan memotong urat leher buah hatinya. Ismail berbaring dan menyerahkan
segalanya pada Allah.
Tiba-tiba ada suara memanggil:
“Wahai Ibrahim! Sungguh,
engkau telah membenarkan mimpi itu. Sungguh, demikianlah kami member balasan
kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian
yang nyata,” (QS Al-Shaffât [37]: 104-106).
Ibrahim menoleh, ia melihat
biri-biri putih tua, sebagai tebusan bagi Ismail.
Ibrahim senang tiada tara.
Air matanya berlinang membasahi
janggutnya yang putih, dipeluknya Ismail: “Anakku, hari ini kau diserahkan
padaku”.
***
Tempat Ka‘bah al-bait al-haram
telah hilang menjadi sebuah bukit rendah yang merah.
Allah mewahyukan pada Ibrahim, “Bangunlah
sebuah rumah untukku di sini.” Ibrahim menemui Ismail.
“Allah menyuruh kita menyucikan
rumah-Nya untuk orang-orang tawaf, iktikaf, rukuk, dan sujud”.
Lalu keduanya menuju tempat
rumah itu, dan bersiap-siap untuk membangunnya sambil berdoa:
“Dan (ingatlah) ketika
Ibrahim meninggikan pondasi baitullah bersama Ismail, (seraya berdoa), „Ya
Tuhan kami, terimalah (amal) dari kami. Sungguh, Engkaulah Yang Maha Mendengar,
Maha Mengetahui. Ya Tuhan kami, jadikanlah kami orang yang berserah diri
kepada-Mu, dan anak cucu kami (juga) umat yang berserah diri kepada-Mu dan
tunjukanlah kepada kami cara-cara melakukan ibadah (haji), dan terimalah taubat
kami. Sungguh, Engkaulah Yang Maha Penerima taubat, Maha Penyayang. Ya Tuhan
kami, utuslah di tengah mereka seorang rasul dari kalangan mereka sendiri, yang
akan membacakan kepada mereka ayat-ayat-Mu dan mengajarkan Kitab dan Hikmah
kepada mereka, dan menyucikan mereka. Sungguh, Engkaulah Yang Mahaperkasa,
Mahabijaksana,” (QS Al-Baqarah [2]: 127-129)
Ibrahim membuat tanda sebagai
petunjuk bagi manusia untuk memulai dan mengakhiri tawaf.
“Anakku, carilah sebuah batu
yang paling bagus untuk kujadikan tanda di sini”. Ismail datang terlambat. Saat
ia datang, Allah telah menurunkan batu hitam (hajar aswad) dari langit
pada Ibrahim.
“Ya Allah, kami telah selesai
membangun rumah-Mu”.
“Perintahkan orang-orang untuk
melaksanakan haji”.
“Bagaimana caranya, sedangkan
suaraku lemah”.
“Kewajibanmu adalah menyeru;
Aku yang akan menyampaikannya. Katakanlah: ‗hai manusia, diwajibkan bagimu
berhaji ke rumah tua, Ka‘bah. Maka kalian telah memenuhi kewajiban pada Tuhan.‘“
Ibrahim berdiri di dataran
tinggi menyeru manusia. Manusia berdatangan dari segala penjuru yang jauh. 18
Generasi
terus berganti, keturunan Ismail bertambah banyak, hingga Allah mengutus pada
mereka Muhammad Saw., cucu Ismail—yang disembelih, anak Abdullah—yang
disembelih. Jadi beliau adalah putra dua orang yang disembelih.
Pelajaran Berharga:
1. Tidak putus asa dari rahmat Allah.
2. Tawakal pada Allah, dan selalu berdoa pada-Nya.
3. Allah tidak akan melupakan hamba-hamba-Nya yang
mengesakan-Nya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar